Untuk pertama kalinya dalam beberapa tahun terakhir, warga Suriah di Raqa dapat menikmati Ramadhan dalam ketenangan, tanpa regulasi ketat yang dikeluarkan oleh kelompok Negara Islam di Irak dan Suriah (ISIS).

Lebih dari tiga tahun, penduduk di Raqa menjadi sasaran kerasnya aturan ISIS selama bulan suci Ramadhan.

Ahmad al-Hussein, penduduk di Raqa, mengatakan ISIS bakal mengurung warga yang tidak berpuasa.

"Mereka yang tidak berpuasa bakal dikunci di kurungan besi yang terletak di lapangan, di bawah matahari, dan di depan semua orang, " kenang Hussein.

Serangan pasukan yang dipimpin Amerika Serikat pada Oktober 2017 berhasil menggulingkan ISIS, setelah berbulan-bulan terlibat pertempuran sengit.

Kota tersebut kini hancur dan dipenuhi dengan bahan peledak. Namun, puluhan ribu orang kembali ke rumah mereka dengan hati-hati.

Mereka menandai harapan baru agar Ramadhan menjadi lebih meriah pada tahun ini.

Hussein menjalani puasa penuh, dan dia begitu semangat untuk menjalani tradisi dalam keluarganya, yaitu berkumpul di depan televisi, menonton serial drama selama sebulan yang disiarkan khusus selama Ramadhan.

Sebelumnya, ISIS menentang segala bentuk hiburan yang dianggap bertentangan dengan agama.

"Kami merindukan tradisi Ramadhan ini. Selama hampir empat tahun di bawah ISIS, kami dilarang menonton serial ini," katanya.

© Disediakan oleh PT. Kompas Cyber MediaWarga Suriah berjalan di tengah bangunan yang hancur di kota Raqa, Februari 2018. PBB menegaskan situasi keamanan di bekas markas pertahanan ISIS itu belum aman bagi para pengungsi kembali.AFP/ DELIL SOULEIMAN

Ramadhan juga terasa berbeda bagi mereka yang memilih untuk tidak berpuasa. Kali ini, mereka dapat makan di tempat umum tanpa takut menerima hukuman.

"Selama kekuasaan ISIS, kami hanya bisa membuka restoran dua jam sebelum buka puasa," kata pemilik sebuah restoran, Dakhil al-Farj.

"Sekarang. kami mulai melayani pelanggan pada jam 10.00 pagi," ucapnya.

Namun, perginya ISIS dari Raqa harus dibayar dengan harga mahal. Seluruh permukiman kini rata dengan tanah, dan upaya pembangunan kembali berjalan lambat.

Banyak distrik tidak dialiri listrik dan air, hampir juga tidak ada pekerjaan.

Sebagian penduduk tak mampu membeli bahan pangan karena harganya yang sangat mahal.

Huran al-Nachef, seorang penduduk asli Raqa, mengunjungi pasar untuk membeli beberapa tomat, mentimun, dan kentang untuk makanan berbuka puasa.

"Ini semua sangat mahal dan tidak ada pekerjaan," ujarnya.

Anak-anaknya mencari pekerjaan sambilan setiap hari untuk berupaya memenuhi kebutuhan bagi keluarga mereka.

Seorang pembuat roti, Hanif Abu Badih, merasa optimistis pada Ramadhan tahun ini.

Saat ISIS berkuasa, dia pernah dijatuhi hukuman 40 cambbukan dan tiga hari di penjara, ketika seorang karyawannya mencoba bersembunyi saat ibadah wajib.

"Tahun ini, kami akan berpuasa tanpa ISIS. Kami akan hidup sesuai keinginan kami dengan kebebasan penuh," ucap Abu Badih.

Editor: Veronika Yasinta

Sumber: AFP

Copyright Kompas.com