-->

Ronaldo Seperti Anggur: Makin Tua, Makin Sedap

Portugal vs Maroko (Foto: Carl Recine/Reuters)

Cristiano Ronaldo adalah contoh nyata bagaimana seorang pesepak bola juga kudu beradaptasi untuk tetap relevan dengan zaman.

Ketika kita pertama kali melihatnya dulu, Ronaldo hanyalah pemuda berbakat dengan penampilan culun. Rambut keriting dicat kuning dan badan yang tidak terlalu atletis —plus gigi yang tidak rata— membuatnya seperti bocah kemarin sore yang baru sejam lalu pergi merantau dari kampung halamannya.

Pada usia 18 tahun, Ronaldo memberanikan diri menerima pinangan Manchester United dan tinggal di Inggris. Bekalnya tidak banyak, hanya badan dan seperangkat skill menjanjikan. Selebihnya, ia harus belajar sendiri.

Sebagai pemuda yang menghabiskan hampir seluruh hidupnya sampai saat itu di Portugal, Ronaldo tidak bisa berbahasa Inggris. Well, bisa, sih, sepatah atau dua patah kata. Namun, jangan harap dia bisa berbicara kalimat panjang dalam bahasa Inggris.

Pada sebuah sesi wawancara usai pertandingan, Ronaldo pernah ditodong oleh reporter Inggris. Ia ditanya bagaimana permainan hari itu dari sudut pandangnya. Ronaldo pun hanya menjawab singkat dengan terbata-bata.

“It’s important… Team wins…”

Sudah, begitu saja. Selebihnya, dia nyengir dan tidak tahu lagi harus berkata apa-apa.

Si reporter kemudian bertanya lagi: “Are you feeling confident today?” (Apa kamu merasa yakin dengan penampilanmu hari ini?)

Ronaldo kemudian bengong. Dia rupanya tidak tahu apa arti dari “confident”. Perbendaharaan katanya dalam bahasa Inggris memang masih sedikit.

Karena Ronaldo cuma bengong, si reporter mengulangi pertanyaannya. Dan hasilnya sama saja. Ronaldo yang masih bocah itu kemudian tertawa (sembari memperlihatkan raut malu) lalu menyadari kekurangannya dan berkata, “Sorry, I don’t understand…

Beruntung buat Ronaldo, dalam wawancara tersebut ia didampingi Gary Neville, kapten United saat itu. Neville tertawa dan membantu menjawab pertanyaan si reporter. “Hahaha, ya, dia memang terlihat pede sekali hari ini,” ucapnya.

Wawancara singkat itu pun selesai dan waktu berlalu begitu cepat.

***

Lalu, di sinilah kita sekarang, lima belas tahun lewat dari tanya-jawab canggung itu. 

Ronaldo bukan lagi bocah kemarin sore yang untuk diwawancarai pun masih harus ditemani. Ia kini adalah pria dewasa dengan empat orang anak, seorang kekasih yang cantik, rumah mewah, dan sederet mobil mahal yang bisa bikin pekerja kantoran melongo.

Untuk mendapatkan semua itu, Ronaldo melakukan banyak pengorbanan: latihan keras, ditekel lawan di lapangan, latihan keras lagi, lalu ditekel lagi, dicerca, dikritik, lalu memenangi sederet trofi tim dan individual.

Semua memang terlihat mudah jika dibaca begitu saja. Namun, untuk melaluinya, Ronaldo melakukan semua hal yang dia bisa supaya bisa bertahan di level top begitu lama. 

Ia mengharamkanjunk food. Asupan makanannya dijaga baik-baik; hanya ikan dan daging dada ayam yang ia konsumsi. Kalau bisa, semuanya tidak dimasak dengan cara digoreng. Ia juga menghindari alkohol dan sebisa mungkin tidak begadang.

Hidup Ronaldo adalah hidup atlet pada tingkat ketekunan paling tinggi. Ia bukan sekadar gym freak yang cuma peduli pada otot-otot tubuhnya, tetapi juga penganut taat dari paham bahwa tubuh adalah senjata utama seorang atlet dan oleh karenanya harus dijaga sebaik-baiknya.

Ketaatan Ronaldo itu membuat Matt Le Tissier —pemain legendaris Southampton yang bahkan dihormati Xavi Hernandez— seperti om-om yang jam 5 sore sudah nongkrong di pub. Padahal, untuk urusan olah bola, Le Tissier tidak kalah geniusnya.

Le Tissier terbiasa mengganyang dua potong besar ayam goreng KFC sebelum latihan, sesuatu yang diharam-jadahkan oleh Ronaldo. Jangan berharap juga Ronaldo bakal bertingkah nyeleneh seperti Paul Gascoigne: Bertanding dalam keadaan mabuk.

Maka, jangan heran jika di usianya yang sudah menginjak 33, Ronaldo masih bisa mencetak 44 gol dalam semusim. Bagi pemain-pemain bola biasa, pencapaian Ronaldo fenomenal. Bagi Ronaldo, itu sealami bernapas.

***

Ada banyak cara dilakukan pemain bola untuk memiliki karier yang panjang. Ryan Giggs, misalnya, memilih menjaga kondisi tubuhnya dengan yoga —selain juga menjaga asupan makanan. 

Giggs pun mendapatkan ganjarannya. Ketika mayoritas pemain bola mengendur di pertengahan 30-an, ia masih bisa bermain hingga berusia 41 tahun.

Selain menjaga betul kondisi tubuhnya, Giggs juga beradaptasi dengan permainan. Jika di masa mudanya ia dikenal sebagai winger cepat yang gemar betul meliuk-liuk dengan dribelnya, menjelang 30, ia mengubah posisinya menjadi gelandang tengah.

Dengan menjadi gelandang tengah, Giggs tetap bisa memberi dampak signifikan tanpa harus menghabiskan banyak energi. Biarlah kecepatan menjadi urusan pemain yang lebih muda, Giggs, sementara itu, berurusan dengan presisi operan supaya mereka yang cepat-cepat itu bisa mendapatkan operan yang enak.

Ronaldo juga begitu. Seiring bertambahnya usia dan berkembangnya permainan, ia mengevolusi dirinya supaya tetap relevan dengan zaman.

Ronaldo yang sekarang bukan lagi winger yang gemar berlari kencang dan sering-sering melakukan dribel. Memang, ia masih kerap bergerak dari sisi lapangan dan menggiring bola, tetapi tugas utamanya sudah bukan itu.

Dengan kekokohan fisik dan penempatan posisi yang apik, Ronaldo kini berubah jadi striker yang mematikan. Area geraknya seringkali dihabiskan di dalam dan sekitar kotak penalti lawan. Memberi ruang pada Ronaldo di dalam boks berarti petaka.

Lihat ketika bagaimana pemain-pemain Juventus alpa menjaganya pada laga perempat final Liga Champions. Tanpa basa-basi, Ronaldo menyambar umpan silang yang tertuju kepadanya dengan sepakan salto. Gol pun tercipta dan pendukung Juventus tidak punya pilihan selain memberi aplaus kepadanya.

Di Piala Dunia 2018 juga begitu. Rabu (20/6/2018) malam, ia jadi penentu kemenangan 1-0 Portugal atas Maroko. Simak baik-baik bagaimana proses terjadinya gol Ronaldo pada pertandingan tersebut.

Awalnya, Ronaldo masih berkerumun dengan pemain-pemain Maroko di dalam kotak penalti. Namun, alih-alih bergerak sporadis demi mencari ruang, Ronaldo memilih menunggu. Ketika para pemain Maroko itu terpancing pemain Portugal lainnya, barulah ia bergerak.

Dalam waktu sepersekian detik, Ronaldo menemukan ruang kosong. Ia kemudian bergerak maju dan menyundul umpan silang dari kanan. Gol. Ia kemudian berlari ke sudut lapangan dan melakukan selebrasinya yang biasa: Melompat dengan sepenuh hati lalu mendarat seraya mengibaskan kedua tangannya.

Portugal boleh dianggap tampil biasa-biasa saja pada laga itu. Namun, kegemilangan Ronaldo tetap menjadi cerita tersendiri. Itu adalah gol keempatnya di Piala Dunia 2018 hanya dalam rentang dua pertandingan. Untuk pemain yang sudah berusia 33 tahun, ia tampak belum terhentikan.

Pujian pun mengalir. Pelatih Portugal, Fernando Santos, menggambarkannya dengan baik: “Dia seperti anggur, dia tahu bagaimana cara menyuling dirinya supaya tetap berada dalam kemampuan terbaik.”


Artikel Asli

Lihat Lainnya
kumparan


Sincery SHARE-BERITAVIRAL-INDONESIA.BLOGSPOT.COM
SRC: https://today.line.me/id/pc/article/Ronaldo+Seperti+Anggur+Makin+Tua+Makin+Sedap-K223jN